RUDIMEBRI.ID

Kembali

Dari Teluk, Gunung Hingga Penyu dan Bicara Keras Soal Burung Cenderawasih

Forum Peduli Port Numbay Green (FPPNG) | Kelompok Pecinta Lingkungan Yang Lahir Karena Kepedulian

Freddy Wanda & Andre Liem Ketua FPPNG, Fredy Wanda dan Wakil FPPNG Andre Liem, mengecek titik pantai Yotefa yang terkena abrasi untuk selanjutnya dilakukan rehabilitasi dengan melakukan penanaman mangrove di sekitar lokasi

LAHIRNYA FPPNG bukan hanya bisa mengkritik kebijakan pemerintah jika dianggap tak pro soal lingkungan, tetapi juga mengkritik kebiasaan Warga yang seenaknya merusak.

Namun sebelum mengkritik, FPPNG menanamkan prinsip untuk mengoreksi diri lebih dulu sebelum berbicara. Begitu juga dengan kegiatan riil yang dllakukan untuk memberi contoh pada warga dan kelompok pemuda soal pentingnya daerah perairan, hutan, air serta species endemik Papua.

Fredy menuturkan bahwa ivent pertama yang pernah digelar secara massal adalah Mendug Beach Festival tahun 2012 di Pantai Mendug Teluk Youtefa dimana konsep yang dilakukan saat itu adalan pesta kuliner masyarakat asli Port Numbay, proses tangkap ikan secara tradisional yang digiring manual hingga ke bibir pantai, penanaman pohon mangrove di wilayah abrasi hingga off-road di area pantai.

Ivent ini sempat berjalan dua kali namun akhirnya mandeg karena minim personil dan dukungan. "Tapi kami senang karena dari ivent itu akhirnya banyak yang tahu soal tradisi dan budaya masyarakat pesisir Port Nwnbay termasuk menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan" kata Fredy.

Dalam aksinya selama ini FPPNG bekerja bebas dan tak memiliki keterkaitan dengan pemerintah apalagi partai. Bahkan untuk kegiatan penanaman Pohon yang biasa dilakukan tiap bulan semua dilakukakan secara swadaya. Kata mantan pembalap motor cros yang kini bekerja sebagai Polhut ini tak jarang sebuan kegiatan dilakukan dengan mengumpulkan dana dari kantong pribadi.

Penanaman Mangrove Bersih Pantai - Forum Peduli Port Numbay Green (FPPNG) menggandeng mahasiswa Uncen Program Studi Geografi melakukan pembersihan pantai Teluk Yotefa yang dipenuhi dengan sampah beberapa waktu lalu

"Bisa dibilang hampir sernua kegiatan kami biayai sendlri, ini yang kami sebut lahir karena peduli. Kadang kami kumpulkan dana, kalau ada untuk beli makan ya semuanya akan makan kalau hanya bisa beli air kita tetap jalan. Kami tak mau darii niat ini terhenti hanya karena masalah biaya dan kami percaya Tuhan akan menolong semua niat baik kami" jelasnya.

Andre lantas menyambung penyampaian Fredy. Menurutnya kondisi tersebut sering dialami termasuk ketika gencar menyuarakan soal hutan di Gunung Angkasa yang dibabat habis oleh kelompok warga tertentu. "Kami menggandeng CPA Mangrove Dok VIII dan Kelompok Peduli Linglamgan (Kopeli) Bhayangkara untuk mengecek langsang kondisi hutan Angkasa dan benar disana banyak sekali pohon besar yang ditebang untu dijadikan kayu arang dan itu berlangsung hingga kini.

Yang saya ingat ketika itu kaml hanya bermodal camilan dan air mineral tapi semua enjoy; kata Andre. Selain berbicara soal teluk dan gunung, FPPNG kata Andre juga ikut berbicara soal penyu di pantal Skow Sae termasuk soal populasi Burung Cenderawasth. "Kami berkoordinasi dengan Yayasan Penyu Papua (YPP) dan Kelompok Penyu Heleme di Skouw yang selama ini intens mengamati soal penyu di Skow dan kami anggap pantai Skouw Sae ini layak dijadikan areal konservasi: katanya.

Namun yang paling keras disuarakan saat inl adalah mengenal populasi Burung Cenderawasih. Andre mengaku sebenamya ingin sedikit memprotes soal perhatian pemerintan yang lebih cenderung berbicara soal Anggrek sementara Burung Cenderawasih yang tiap hari dIburu dan berstatus hampir punah tak ikut diperjuangkan.

"Ini yang kami sebut kebijakan yang belum - pro lingkungan. Kami setuju Anggrek mennjadi kebanggaan Papua, tapi semua juga pastl mengaku kalau Burung Cenderawasih menjadi kebanggaan khhusus yang terus dilecehkan oleh kita selama ini. Mengapa hanya ada pimpinan organisasi soal Anggrek, mengapa tak ada ketua atau pimpinan penyelamat Burung Cenderawasit," sindirnya.

Terlepas dari itu Andre mengaku FPPNG akan tetap jalan dan terus bersuara keras meski tak disukai pemerintah.

"Soal burung Cenderawasih, saat ini kami juga mempunyai kelompok teater yang terus berbicara soal populasi dan ancaman kepunahan burung yang menjadi kebanggaan orang Papua sekalipun kadang filosofinya tak dihargai. Kami bersyukur dari upaya ini bnyak anak muda dan mahasiswa yang akhirnya paham bahkan saat ini turut peduli menyuarakan soal ancaman kepunahan burung sorga ini," tandasnya.

Upaya laln yang dilakukan untuk menggalang dukungan dan mencari kelompok yang sevisi yaitu dengan membuat grup di jejaring sosial. "Kami mendliki grup di jejaring sosial yang kini beranggotakan 2028 anggota dan ini tak hanya dari Papua tetapi juga dari luar negeri. Mereka banyak mendukung apa yang FPPNG lakukan bahkan ingin membantu namun kami belum berani menerima bantuan karena kami maslh harus mengurus AD/ART kami agar memiliki legalitas hukum" imbuh Andre. (Ade)


(Tulisan ini pernah dimuat di Harian Cenderawasih Pos Edisi Sabtu 12 Juli 2015 dengan judul yang sama)